Kamis, 19 September 2013

Barongsai, Olahraga Tradisional yang Mengasyikkan

Barongsai adalah tarian tradisional Cina dengan menggunakan sarung yang menyerupai singa. Barongsai memiliki sejarah ribuan tahun. Catatan pertama tentang tarian ini bisa ditelusuri pada masa Dinasti Chin sekitar abad ke tiga sebelum masehi.






Kesenian Barongsai mulai populer di zaman dinasti Selatan-Utara (Nan Bei) tahun 420-589 Masehi. Kala itu pasukan dari raja Song Wen Di kewalahan menghadapi serangan pasukan gajah raja Fan Yang dari negeri Lin Yi. Seorang panglima perang bernama Zhong Que membuat tiruan boneka singa untuk mengusir pasukan raja Fan itu. Ternyata upaya itu sukses hingga akhirnya tarian barongsai melegenda.


Tarian Singa terdiri dari dua jenis utama yakni Singa Utara yang memiliki surai ikal dan berkaki empat. Penampilan Singa Utara kelihatan lebih natural dan mirip singa ketimbang Singa Selatan yang memiliki sisik serta jumlah kaki yang bervariasi antara dua atau empat. Kepala Singa Selatan dilengkapi dengan tanduk sehingga kadangkala mirip dengan binatang ‘Kilin’.

Gerakan antara Singa Utara dan Singa Selatan juga berbeda. Bila Singa Selatan terkenal dengan gerakan kepalanya yang keras dan melonjak-lonjak seiring dengan tabuhan gong dan tambur, gerakan Singa Utara cenderung lebih lincah dan penuh dinamika karena memiliki empat kaki.

Satu gerakan utama dari tarian Barongsai adalah gerakan singa memakan amplop berisi uang yang disebut dengan istilah ‘Lay See’. Di atas amplop tersebut biasanya ditempeli dengan sayuran selada air yang melambangkan hadiah bagi sang Singa. Proses memakan ‘Lay See’ ini berlangsung sekitar separuh bagian dari seluruh tarian Singa.

Kesenian barongsai diperkirakan masuk di Indonesia pada abad-17, ketika terjadi migrasi besar dari Cina Selatan.

Barongsai di Indonesia mengalami masa maraknya ketika zaman masih adanya perkumpulan Tiong Hoa Hwe Koan. Setiap perkumpulan Tiong Hoa Hwe Koan di berbagai daerah di Indonesia hampir dipastikan memiliki sebuah perkumpulan barongsai. Perkembangan barongsai kemudian berhenti pada tahun 1965 setelah meletusnya Gerakan 30 S/PKI. Karena situasi politik pada waktu itu, segala macam bentuk kebudayaan Tionghoa di Indonesia dibungkam. Barongsai dimusnahkan dan tidak boleh dimainkan lagi. Perubahan situasi politik yang terjadi di Indonesia setelah tahun 1998 membangkitkan kembali kesenian barongsai dan kebudayaan Tionghoa lainnya. Banyak perkumpulan barongsai kembali bermunculan. Berbeda dengan zaman dahulu, sekarang tak hanya kaum muda Tionghoa yang memainkan barongsai, tetapi banyak pula kaum muda pribumi Indonesia yang ikut serta.

Pada zaman pemerintahan Soeharto, barongsai sempat tidak diijinkan untuk dimainkan. Satu-satunya tempat di Indonesia yang bisa menampilkan barongsai secara besar-besaran adalah di kota Semarang, tepatnya di panggung besar kelenteng Sam Poo Kong atau dikenal juga dengan Kelenteng Gedong Batu. Setiap tahun, pada tanggal 29-30 bulan enam menurut penanggalan Tiong Hoa (Imlek), barongsai dari keenam perguruan di Semarang, dipentaskan. Keenam perguruan tersebut adalah:
  • Sam Poo Tong, dengan seragam putih-jingga-hitam (kaos-sabuk-celana), sebagai tuan rumah
  • Hoo Hap Hwee dengan seragam putih-hitam
  • Djien Gie Tong (Budi Luhur) dengan seragam kuning-merah-hitam
  • Djien Ho Tong (Dharma Hangga Taruna) dengan seragam putih-hijau
  • Hauw Gie Hwee dengan seragam hijau-kuning-hijau kemudian digantikan Dharma Asih dengan seragam merah-kuning-merah
  • Porsigab (Persatuan Olah Raga Silat Gabungan) dengan seragam biru-kuning-biru
Walaupun yang bermain barongsai atas nama ke-enam kelompok tersebut, tetapi bukan berarti hanya oleh orang-orang Semarang. Karena ke-enam perguruan tersebut mempunyai anak-anak cabang yang tersebar di Pulau Jawa bahkan sampai ke Lampung. Di kelenteng Gedong Batu, biasanya barongsai (atau di Semarang disebut juga dengan istilah Sam Sie) dimainkan bersama dengan Liong (naga) dan Say (kepalanya terbentuk dari perisai bulat, dan dihias menyerupai barongsai berikut ekornya).

Saat ini barongsai di Indonesia sudah dapat dimainkan secara luas, bahkan telah meraih juara pada kejuaraan di dunia. Dimulai dengan Barongsai Himpunan Bersatu Teguh (HBT) dari Padang yang meraih juara 5 pada kejuaraan dunia di genting - malaysia pada tahun 2000. Hingga kini barongsai Indonesia sudah banyak mengikuti berbagai kejuaraan-kejuaraan dunia dan meraih banyak prestasi. Sebut saja beberapa nama seperti Kong Ha Hong (KHH) - Jakarta, Dragon Phoenix (DP) - Jakarta, Satya Dharma - Kudus, dan Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) - Tarakan. Bahkan nama terakhir, yaitu PSMTI telah meraih juara 1 pada suatu pertandingan dunia yang diadakan di Surabaya pada tahun 2006.Perguruan barongsai lainnya adalah Tri Pusaka Solo yang pada pertengahan Agustus 2007 lalu memperoleh Juara 1 President Cup.

Selain itu, kesenian barongsai juga pernah bermunculan di beberapa kota seperti Purwokerto, Magelang, Cilacap dan beberapa kota yang lain. Untuk daerah Magelang, kesenian barongsai ini muncul pertama kali dengan nama Ciu Lung Wei - Magelang, TITD - Magelang, Pai Se Wei - Magelang dan masih banyak perkumpulan lainnya. Untuk Purwokerto ada beberapa perkumpulan kesenian barongsai yang telah terbentuk dan berjalan seperti Chin Lung Dhuan - Purwokerto, Lung Se Tuan - Purwokerto, Yi Lung Dhuan - Purwokerto.

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa kesenian atau seni ketrampilan dalam permainan Barongsai membutuhkan keahlian khusus dan tentunya dengan latihan yang rutin dapat menjadikan para pemain yang terlibat didalamnya menjadi mahir dan terampil. Namun disini terkadang banyak orang yang masih berpendapat bahwa bermain Barongsai bisa menjadikan sang pemain atau para pemain menjadikan kesurupan seperti halnya dalam permainan Kuda Lumping.

Dalam melakukan permainan Barongsai, dibutuhkan kejelian dan ketangkasan yang tentunya di dapat dari hasil latihan yang rutin serta tanggap dalam mengenal medan atau arena tempat bermain, dikarenakan permainan Barongsai harus dapat dilakukan di segala medan, ataupun arena, atau bahkan dilapangan dan juga di tempat yang luasnya amat minimalis.

Dalam perkembangan sekarang ini Barongsai sudah banyak jenis permainnya yang dipadukan dengan kesenian atau beladiri Wushu, dan menjadikan gerakan-gerakan yang dilakukan menjadi indah dan serasi dengan musik terdengar dari alat musik Barongsai. Itupun sebenarnya keserasian permainan juga didapat dari hasil latihan yang serius dan disiplin yang tinggi serta penngenalan tentang budaya Tionghoa pada umumnya.

Saat ini, Barongsai telah menjadi anggota keluarga budaya di Indonesia. Sekarang, barongsai tidak hanya menjadi permainan dan pertunjukkan bagi masyrakat Tiong Hoa. Tetapi juga telah menjadi permainan, pertunjukkan, dan olahraga bagi masyarakat Indonesia. Dahlan Iskan, sekarang juga telah dilantik menjadi Ketua Umum Pengurus Besar dari Federasi Olahraga Barongsai Indonesia yang telah menjadi anggota dari Komite Olahraga Nasional Indonesia. FOBI (Federasi Olahraga Barongsai Indonesia) adalah wadah dari Olahraga barongsai yang berada di Indonesia. FOBI berdiri pada tanggal 9 Agustus 2012 di Jakarta dan didukung oleh 5 organisasi Barongsai di Indoneisa : PERSOBARIN , ALBSI , PERNABI, PLBB , ALBA. dimana mempunyai kesamaan tujuan untuk mengembangkan Olahraga Barongsai Indonesia.

Bahkan di Pekalongan, Perkumbulan Barongsai Garuda Mas telah memiliki 3 barongsai dengan bermotif Batik dengan melambangkan Barongsai juga telah menjadi budaya orang Indonesia. Selain itu, Sasana Garuda Mas, juga mempunyai Naga dengan bermotif batik pula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar